Entri yang Diunggulkan

Politik Praktis: Korbankan Nilai, Hancurkan Budaya.

IPPMARY-News   | Melihat arus perkembangan sosial saat ini memungkinkan bagi siapa saja untuk menafsirkan fenomena kebudayaan yang di jalank...

Minggu, 13 November 2022

STRATEGI KOTOR DI BALIK DINASTI POLITIK

IPPMARY-NewsDinasti Politik telah mewarnai lanskap politik kita dewasa ini, perkembangan dinasti politik tidak terlepas dari lemahnya penegakan hukum serta minimnya pengawasan institusi terkait dalam rangka memastikan berlangsungnya laga elektoral secara jurdil yang melahirkan momen elektro gampang di susupi oleh kelopak tertentu dengan ambisi ingin mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.

Seperti yang kita ketahui bersama, politik dinasti merupakan fenomena politik yang ditandai dengan munculnya calon kandidat dari lingkungan keluarga kepala pemerintahan yang sedang berkuasa.

Tren politik kekerabatan ini sebagai gejala yang timbul akibat praktek politik yang melibatkan stakeholder birokrasi kekuasaan maupun hubungan elektoral politik ditengah-tengah masyarakat secara terbuka maupun tertutup (neo-patrimonialistik). Sayangnya praktek patrimonial sudah menjadi rumpun beringin yang telah lama berakar secara tradisional dalam kehidupan demokrasi kita yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi sebagai buah demokrasi yang sehat.

Memproteksi perkembangan dan prakteknya dinasti politik hari ini sudah barang tentu akan menumbuhkan lambung oligarki politik yang memberi iklim demokrasi yang tidak kondusif diluar jalur prosedural yang mengedepankan hak warga negara sebagai partisipan yang sehat dalam memilih calon kepemimpinan sebagai harapan kesejahteraan.

Baca Juga : Pembagian Kekuasaan di Wilayah Desa Adat

Dinasti politik telah berevolusi dari sistem kerja di dalamnya dengan segala peralatan kekuasaan yang melibatkan elemen elite sebagai penggerak misi politik dinasti yang pada praktek awalnya pengalihan kekuasaan sebagai pewarisan ditunjuk langsung oleh penguasa, sekarang praktek tersebut dilakukan lewat jalur politik prosedural dan konservatif tertutup (invesible hand), hal ini tentu menggambarkan penyakit pada tubuh demokrasi.

Dampaknya tidak main-main, selain matinya regenerasi kepemimpinan politik yang di sebabkan kekuasaan hanya berkutat atau dikuasai oleh orang-orang yang mempunyai pertalian kekerabatan atau berasal dari satu keluarga, di samping itu Politik dinasti akan berdampak buruk bagi akuntabilitas birokrasi dan pemerintahan, karena cenderung serakah dan berimplikasi kuat terjadinya praktek KKN.

Biasanya pola main atau strategi politik dinasti sangatlah beragam, politik dinasti selalu berupaya untuk merebut atau mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara dan peralatan kekuasaannya dengan basis modal (plutokrasi).

Berikut ini penulis akan menerangkan pola strategi yang sering dipraktekkan dan di gunakan oleh dinasti politik dalam memperoleh kekuasaan pada momen kampanye politik.


Money Politic

Money politik atau politik uang adalah salah satu strategi bagi dinasti politik dalam mengamankan katung katung suarah dari setiap dapil. Sudah menjadi rahasia umum politik uang telah mewarnai jalan demokrasi kita hingga dewasa ini. Dengan bermodalkan ekonomi atau Uang parah aktor Atau Rezim kekuasaan dapat leluasa melancarkan strateginya dengan cara membeli suara dari kosetuen. Meski dalam prakteknya hukum kita telah memberikan teguran bagi setiap pelaku politik agar tidak menggunakan strategi ini di dalam laga elektoral sebagai mana di atur dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum (undang-undang pemilu), pada Pasal 515 menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta". Selanjutnya dalam Pasal 523 Ayat 1, pasal 280 Ayat 1 dan 2. Namun aturan ini bisa dengan mudah di kelabui oleh para aktor politik.

 

Politik Klientelime

Politik Klientelisme atau politik patron Klain dapat dipahami sebagai relasi kuasa antara aktor politik yang memberikan sesuatu (patron) dengan pihak yang menerima (klien) yang didasari oleh pemberian loyalitas oleh penerima (paternalistik). Namun klientelisme tak sekadar hubungan individual atau kelompok pemilih dengan politisi. Kadang hubungan mereka terinstitusionalisasi. Ini juga menjelaskan fenomena dukungan politik suatu kelompok terhadap calon tertentu. Hubungan ini mesti dipahami dalam kerangka esensial dari klientelisme: quid pro quid, sesuatu untuk sesuatu.

 

Politik Devide Et Impera

Devide et impera atau politik pecah belah adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang mempunyai tujuan memperoleh dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kumpulan besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang semakin gampang ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berupaya mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi suatu kumpulan besar yang semakin kuat.

Untuk menghadapi perlawanan dari penguasa lokal atau yang dikenal sebagai kekuasaan raja-raja di setiap desa yang masih hidup kebudayaannya, para aktor dari dinasti politik tidak segan menerapkan staegi politik devede et impera yang pertama kali dipopulerkan oleh Julius Caesar dalam upaya membangun Kekaisaran Romawi. Strategi politik ini kemudian di adopsi oleh pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi perlawanan dari penguasa lokal bangsa Indonesia. Setelah sepeninggal Belanda strategi politik ini masih saja kental di pakai sebagai jurus ampuh terutama bagi para oligarki atau dinasti politik.

Akibatnya warga masyarakat ditengah-tengah kekosongan akan tumpulnya kesadaran politik, mengalami ancaman sosial yang berdampak pada ketidak-stabilan politik, ekonomi maupun keamanan. Parahnya, situasi yang timbul akbitat politik devede et impera ini tidak disadari oleh masyarakat sosial sebagai sebab utama dari produk design kekuasaan politik dinasti. Dinamika yang ditimbulkan dari keadaan semacam ini antara laih :

Menciptakan atau mendorong perpecahan dalam warga untuk mencegah aliansi yang dapat menentang kekuasaan mereka.
Membantu dan mempublikasikan mereka yang mau untuk memperagakan pekerjaan sama dengan kekuasaan yang berdaulat.
Mendorong ketidakpercayaan dan permusuhan antar warga.
Mendorong konsumerisme yang mempunyai kemampuan untuk melemahkan biaya politik dan militer.

Alhasil, dinasti politik menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai sehingga tak ada target lain kecuali kekuasaan. Dalam posisi ini, rekruitmen partai lebih didasarkan pada popularitas dan kekayaan caleg untuk meraih kemenangan. Di sini kemudian muncul calon instan dari kalangan selebriti, pengusaha, “darah hijau” atau politik dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi.

Sebagai konsekuensi logis dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan masyarakat yang merupakan kader handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elite dan pengusaha semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan.

Sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance). Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

 

____________

Note: Penulisan berikutnya, penulis akan menggambarkan secara konkrit praktek strategi dinasti politik di beberapa wilayah di timur Indonesia – continued …


0 komentar:

Posting Komentar

Komentar anda merupakan kontribusi pikiran untuk penulisan selanjutnya.

https://ippmary-news.blogspot.com/p/contact-form-ippmary.html